Kamis, 08 Oktober 2009

PERANAN HUKUM DALAM PEMBANGUNAN HUKUM EKONOMI
Oleh : Yovita A. Mangesti

P E N D A H U L U A N
Proses hidup manusia berjalan seiring dengan evolusi sebuah peradaban. Pemenuhan kebutuhan hidup baik dalam pengertian fisik maupun spiritual , menjadi orientasi hidup yang utama. Hal ini menjadi alasan yang logis mengapa dalam setiap aktivitas manusia melibatkan kegiatan ekonomi. Pola perilaku yang kompetitif menjadi ciri khas dalam setiap aktivitas manusia tersebut. Semakin tinggi tingkat peradaban, pola interaksi yang kompetitif ini semakin tampak dalam berbagai aspek kehidupan.
Proses hidup manusia berlangsung dalam masyarakat dan secara dinamis mengalami perubahan. Perubahan masyarakat adalah suatu kenyataan, tidak melulu bersifat progress tapi juga regress, bahkan dapat terganggunya keseimbangan (equilibrium) diantara kesatuan-kesatuan sosial di dalam masyarakat, yang ditandai dengan gejala-gejala seperti mobilitas sosial, pertentangan dan perbedaan pendapat mengenai norma, generation gap hingga de-personalisasi.
Fakta perubahan sosial yang penting untuk dikaji dewasa ini adalah globalisasi. Publik memahami globalisasi sebagai penyusutan ruang dan waktu, yang berkiblat pada kekuatan – kekuatan sosial dan idealisme global.

Oleh kaum globalis, realitas sosial dipelintir sedemikian rupa guna legalisasi kekuatan dan kekuasaan neoliberalisme.
Ideologi baru pada era globalisasi ini, sarat dengan muatan berupa norma dan citra individu maupun kelompok, yang mau tidak mau bersentuhan dengan substansi hukum. Hukum sebagai produk masyarakat, sarana pembaharuan masyarakat alat kontrol dan rekayasa sosial dibangun dan saling mempengaruhi terhadap proses sosial di segala bidang.
Globalisasi merupakan proses awal yang memunculkan kondisi dengan kualitas dan hasil akhir yang belum pasti. Transformasi sosial yang tampak adalah munculnya perundang-undangan baru yang mengatur konflik dalam proses sosial, termasuk di bidang ekonomi dan hukum.
Sebuah pemahaman dari teori Adam Smith, bahwa persoalan ekonomi dan politik terpisah. Ekonomi memiliki status lebih superior karena ia dianggap paling baik jika berjalan tanpa intervensi pemerintah dalam sistem hukum alam yang harmonis.
Pasar dianggap mekanisme otomatis (self regulating) yang mengarah pada kesetimbangan antara permintaan dan penawaran sehingga menjamin terwujudnya alokasi sumber daya dengan cara yang paling efisien. Pemahaman klasik tentang liberalisme mempertahankan kebebasan sebagia hak individu untuk tidak diganggu.
Jika setiap individu menjalankan fungsinya , dengan sendirinya akan tercipta sebuah kemaslahatan dan kemakmuran hidup. Jika setiap individu memiliki keinginan yang kuat untuk sukses dalam kehidupan ekonominya, secara kalkulatis, akumulasi individu tersebut akan membentuk sebuah masyarakat yang makmur dan sejahtera. Namun demikian, realita ini tidak dapat kita pandang sebagai sesuatu yang bersifat absolute.
Indonesia sebagai negara yang turut serta dalam percaturan politik dengan masyarakat internasional, tidak terlepas dari aktivitas ekonomi internasional. Tahun 1997 prestasi pembangunan ekonomi Indonesia sebagai salah satu High Performing Asian Economy Countries, memiliki kinerja perekonomian yang mengagumkan, bahkan dianggap sebagai miracle, tetapi karena hantaman krisis ekonomi yang berawal dari depresi rupiah pada Juli 1997, Indonesia dalam krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Fundamental perekonomian Indonesia yang rapuh, proses economyc recovery yang berjalan lambat, komposisi pelaku ekonomi yang didominasi oleh para kapitalis bernuansa korupsi, kolusi dan nepotisme, investasi asing berjangka pendek, memberatkan kondisi perekonomian Indonesia.
Era globalisasi yang diwarnai dengan interdependensi sistem politik dan ekonomi menuntut suatu kepastian hukum yang mampu mencegah benturan kepentingan berbagai pihak, mengingat aktivitas ekonomi akan berlangsung terus-menerus dalam peradaban suatu bangsa.
Sebuah refleksi dari Satjipto Raharjo : Apakah kita memang bulat-bulat menyerah kepada kemauan kapitalisme dunia dan menomorduakan kepentingan masyarakat kita.
Kita membangun dunia ini bukan untuk membesarkan ekonomi dunia melainkan pertama-tama untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

PEMBAHASAN
1. Tinjauan teoritis tentang Perkembangan Hukum dan Pembangunan ekonomi
Perubahan masyarakat pada intinya adalah perubahan norma. Karl Mannheim menyatakan bahwa “a changing community is not determined by a set of shakable commands but is engaged in a permanent search for new norms to express changing experiences. The content of conscience is accordingly not determinened by explicit and final rules but is continuosly shaping it self a new” Ketika disadari bahwa norma dalam masyarakat berubah, maka hafrus diusahakan re-integrasi terhadap norma baru, atau kembali pada norma yang lama, dengan orientasi pada progress.
Perubahan masyarakat hendaknya dipahami juga sebagai “product of the interaction of many factor” . Interaksi yang terjadi di segala bidang dengan sendirinya akan membawa perubahan pada banyak bidang, antara lain hukum dan ekonomi.
Kerangka pemikiran pada tulisan ini adalah dengan menelaah dampak ideologi liberalisme dan sosialisme sebagai ideologi yang mewarnai mekanisme hukum dalam kaitannya ekonomi, pengaruh globalisasi pada tata nilai bagi perkembangan hukum ekonomi, untuk selanjutnya menggagas nilai-nilai yang tepat bagi substansi hukum ekonomi Indonesia.
Gagasan liberal dari filsuf Inggris Adam Smith (1723-1790), David Ricardo (1772-1823) dan Herbert Spencer (1820 – 1930). Dalam pandangan Smith, Manusia adalah homo economicus. Masyarakat terdiri dari individu-individu mandiri yang bertindak seduai dengan kepentingan ekonomi mereka. Ia melengkapi gagasannya dengan pembelaan terhadap perdagangan bebas , tertutama penghapusan pajak impor dan rintangan lainnya dalam perdagangan dan aliran modal antar negara.
David Ricardo berpendapat bahwa perdagangan bebas melahirkan situasi yang sama-sama menguntungkan (win-win situasion) bagi semua pihak yang terlibat, sebab memungkinkan setiap negara mengkhususkan diri pada produksi komoditas yang memberi keuntungan komparatif . Secara politis, teori ini menentang intervensi negara dalam perdagangan.
Herbert Spencer memberikan justifikasi terhadap liberalisme atas dasar teori Darwin tentang evolusi dan seleksi alam. Ekonomi pasar bebas merupakan bentuk paling beradab dari persaingan antar mansuia yang secara almiah menempatkan ”pihak terkuat” sebagai pemenang. Spencer membatasi tugas negara hanya untuk melindungi individu dari agresi internal dan eksternal.Intervensi terhadap kinerja swasta tak ayal akan melahirkan stagnasi sosial, korupsi politik dan terciptanya birokrasi yang gemuk dan tidak efisien.
Secara naluriah manusia bersifat kompetitif dan selalu ingin lebih baik dalam menjalani proses hidupnya (Survival for the fittest).
Salah satu indikatornya tercapainya citra “lebih baik” adalah tercapainya kelas tertentu dalam masyarakat. Dengan pendekatan histories dapat dilihat jelas bahwa evolusi sosial merekam perjuangan kelas-kelas sosial menjadi sebuah bangunan yang sarat dengan dinamisasi perubahan norma.
Karl Marx beranggapan bahwa perumusan kembali hak-hak pemilikan di masa moderrn merupakan suatu pelanggaran terhadap hak-hak tradisional dari mereka yang tidak memiliki harta benda, dan ini diterjemahkan sebagai tindakan ketidakadilan. Marx berbicara tentang hak kepemilikan tradisional yang dalam banyak hal diabaikan oleh kaum kapitalis. Sementara perjalanan waktu meletakkan kaum kapitalis sebagai pihak yang bergandengan dengan Pembuat hukum negara.
Bagi Marx, ekonomi modern pada dasarnya irrasional; irrasionalitas kapitalismeini berasal dari sebuah kontradiksi antara kemajuan teknologi rasional kekuatan produktif dan kekayaan pribadi , keuntungan pribadi dan kompetisi pasar yang diatur.
Sejalan dengan pandangan Marx ini, bahwa perjuangan kelas memang memiliki peranan dalam perjalanan sejarah, tetapi hal ini tidak dapat dilihat sebagai fenomena yang sentral.
Max Weber mengatakan bahwa Kapitalisme modern bukan irasional. Tetapi pengaturan oleh negara juga bukan berarti belenggu atas individu yang bebas . Sosialisme yang menempat negara secara total justru akan menempatkan penindasan lebih lama, karena sosialisme tak lebih hanya pergulatan politik semata.
Tulisan Weber pada tahun 1906 menegaskan tentang kondisi kebebasan modern sebagai berikut :
...Peluang bagi demokrasi dan individualisme pasti terlihat sangat buruk saat ini ketika kita sadar pada efek logis kepentingan material demi perkembangannya. Karena kepentingan material sejelas-jelasnya menunjuk ke arah berlawanan...Seandainya kondisi material dan konstelasi kepentingan secara langsung atau tidak langsung dibuat oleh mereka yang berkepentingan, maka setiap refleksi yang bijaksana akan meyakinkan kita bahwa seluruh penunjuk angin ekonomi menunjuk pada arah meningkatnya perbudakan...Kebebasan dan demokrasi hanya mungkin ada pula kehendak bulat suatu bangsa untuk tidak membiarkan dirinya diperintah...Asal-usul historis kebebasan modern memiliki prakondisi unik tertentu yang tidak akan pernah terulang kembali : pertama ekspansi seberang lautan...kedua, keunikan struktur ekonomi dan sosial zaman kapitalisme awal di Eropa Barat ; ketiga , ditaklukkannya hidup oleh ilmu pengetahuan Konstruksi sosial kehidupan institusional setelah menghancurkan nilai-nilai yang tak terhitung banyaknya, menyusul standarisasi produksi, konstruksi itu menciptakan gaya hidup seragam eksternal...terakhir, konsepsi tertentu tentang nilai-nilai ideal , tumbuh dari sebuah dunia ide-ide religius yang kokoh , telah mengukir kepelikan etis dan nilai-nilai budaya modern...tidak ada bayang-bayang kemungkinan yang menyebutkan fakta ”sosialisme ekonomi” harus menggenggam perkembangan personalitas ”bebas” secara batiniah atau ideal ”altruistik”.

Dampaknya adalah modernisasi yang terus menerus dari perjalanan trend ideologi di dunia.
Sebuah fenomena yang kompleks mengiringi perjalanan ideologi. Bagaimanapun , hukum didasarkan pada ideologi yang ada dan diyakini pada suatu zaman.
Model organisasi ekonomi liberal kini disesuaikan dengan ideologi global yang lebih mutakhir. Faktanya adalah bahwa gagasan yang dilemparkan pada era globlisasi ini menempatkan kapitalis ,yang adalah kelompok fundamentalis pasar dengan orientasi pada terciptanya pasar global dalam hal peredaran barang, modal dan pelayanan publik.
Suatu kehidupan bersama tidak akan tercapai dan terpelihara apabila tidak memiliki aturan yang mengikat. Selama dalam suatu masyarakat ada suatu nilai yang dihargai maka akan tercipta lapisan dalam masyarakat.
Sosiologi hukum menyimpulkan adanya ”konsepsi masyarakat yang sedang bergerak , dan bergerak jauh lebih cepat dari hukum, sehingga selalu ada kemungkinan setiap bagian hukum memerlukan pemeriksaan kembali untuk menentukan apakah ia masih sesuai dengan masyarakat”.
Indonesia pasca 1997 mengalami krisis multi dimensi yang memaksa mencari tambahan bantuan luar negeri. Untuk menanggulangi perubahan yang multidimensi diperlukan perubahan paradigma dengan meredifinisi peran pemerintah. Strategi perekonomian juga akan lebih pro kaum miskin dan pro keadilan dengan pendekatan People Driven yang meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan.
Tantangan yang kita hadapi sekarang , yaitu bukan bagaimana menerima konsep baru seperti keberpihakan pada ekonomi rakyat dan upaya perwujudan sosial, tetapi pada kesulitan melepaskan diri terhadap konsep dan cara berpikir lama.

2. Peranan Hukum dalam Pembangunan Ekonomi
A.Pengaruh Lembaga Ekonomi Internasional.
Pengaruh Lembaga Ekonomi Internasional sangat besar pada pertumbuhan hukum di Indonesia. Hukum ekonomi internasional mulai berkembang sejak adanya perjanjian-perjanjian internasional seperti : GATT (General Agreement on Tariff and Trade), WTO (World Trade Organization) atau OPD (Organisasi Perdagangan Dunia), IMF (International Monetery Fund), APEC (Asia Pasific Economic Corporation),dan sebagainya.
Kerjasama ekonomi berkembang dalam aneka perjanjian / kesepakatan antar negara, sehingga pasar bebas tidak dapat dielakkan, baik dalam tatanan global dan regional.
APEC yang setelah Putaran Uruguay berakibat meningkatnya proteksionisme dan adanya pemikiran bahwa kemajuan perekonomian suatu negara dapat tercapai bila didorong oleh pasar menuju integrasi ekonomi regional dan internasional. TNC (Trans Nasional Corporation) yang dibentuk pasca perang dunia kedua membawa pelaku bisnis semakin mudah mengembangkan sayap pada berbagai bidang ilmu dan teknologi, angkutan, komputerisasi, dan informasi. Dalam opersionalnya TNC menawarkan utang dengan arah penggunaan tertentu pada pemasaran barang-barang hasil industri melalui paket bantuan luar negeri dan prasarana fisik.
Menurut Edi Suandi dan Hendrie Anto, tekanan-tekanan politis dan ekonomi sangat mungkin muncul dan sulit dihindarkan andaikata suatu negara anggota mencoba untuk ingkar dari kesepakatan tersebut. Tekanan itu biasanya datang dari negara besar yang secara ekonomis sangat penting bagi suatu negara, baik sebagai sumber dana investasi , negara kreditor, maupun sebagai mitra dagang yang menjadi daerah tujuan eksport dan import utama.
Kehadiran TNC pun belum tentu dapat memecahkan masalah bagi negara berkembang. Kebijakan ekonomi Indonesia dalam jalur TNC menuntut perkembangan di bidang hukum, khususnya menyangkut isue penegakan Hak Asasi Manusia, Terorisme dan Pencemaran Lingkungan.

B. Hukum Ekonomi Indonesia dalam era Globalisasi
Pembangunan ekonomi merupakan sentral aktivitas negara yang mengakibatkan sektor – sektor lainnya hanya sebagai faktor komplementer atau bahkan alat untuk pembangunan ekonomi.
Sistem ekonomi pada rezim Suharto adalah dengan indikator pendapatan nasional dan pendapatan penduduk rata-rata (income per capita). Agar tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi, sistem dibangun dengan pilar konglomerasi pihak swasta dengan fasilitas dan kemudahan yang berbeda dengan pengusaha menengah / kecil. Keadaan ini juga tak lepas dari praktek monopoli dengan kekuatan utama yang berasal dari pelaku bisnis, penguasa, politis atau kapitalis lainnya. Kecenderungan ke arah semakin jauhnya realita dengan sistem ekonomi sebagaimana dalam Pasal 33 UUD 1945 , membawa pelaku bisnis atau elit ekonomi pada bentuk liberalisme.
Kebebasan berkompetisi dibungkus sedemikian rupa dalam balutan Hak Asasi Manusia. Hukum yang berkaitan dengan administrasi dan prosedural bertujuan untuk menertibkan tetapi justru dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan.
Dalam pasar bebas, hambatan juga didapat dengan adanya tariff berupa pengenaan bea masuk dan bea lain yang tinggi sehingga barang tidak berdaya saing dalam negeri. Menyiasati keadaan ini, hukum mengaturnya dalam aturan anti dumping sebagaimana tercantum dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures.
Masih banyak lagi aturan-aturan lain yang dalam kenyataannya masih menguntungkan hanya bagi sebagian orang saja. Maka bukan suatu yang mengherankan jika profit maximization menjadi orientasi utama dalam aktivitas ekonomi.
Pemerintah mengeluarkan Undang-undang anti monopoli dan persaingan tidak sehat (Undang-undang nomor 5 tahun 1999). Namun perlu dikaji lebih lanjut karena sedikit banyak aturan ini lahir atas pengaruh IMF, dan prinsip non-discrimination dari GATT.
Terdapat enam pokok pengaturan dalam substansi Undang-undang tersebut : Perjanjian yang dilarang, Kegiatan yang dilarang, Posisi dominan, Komisi pengawas persaingan usaha, Penegakan hukum dan Sanksi hukum.
Hukum yang berkaitan dengan administrasi dan prosedural bertujuan untuk menertibkan tetapi justru dimanfaatkan untuk memperoleh keuntungan.
Dalam pasar bebas, hambatan juga didapat dengan adanya tariff berupa pengenaan bea masuk dan bea lain yang tinggi sehingga barang tidak berdaya saing dalam negeri.
Pemerintahan demokratis masih belum menghasilkan kebijakan ekonomi yang nyata-nyata merangkul kepentingan masyarakat umum.Bagaimanapun, sudah saatnya memiliki ideologi ekonomi yang tepat sebagai dasar dari pembentukan hukum dalam rangka pembangunan ekonomi.

C. Kedaulatan negara di bidang Ekonomi
Asif Qureshi menyatakan bahwa hukum ekonomi internasional dapat dianggap berperan dalam pembentukan kedaulatan negara.
Kedaulatan negara ini menentukan apakah suatu negara mampu mengatur kegiatan ekonomi dalam negerinya, lebih lanjut lagi bagaimana negara turut serta dalam melakukan aktivitas ekonomi internasional melalui kerjasama internasional.
Secara internal Asif Qureshi mengemukakan empat dalail kedaulatan negara :
1. Suatu negara memiliki kedaulatan permanen terhadap kekayaan alamnya
2. Suatu negara memiliki kedaulatan terhadap kekayaan non-alam atau kegiatan ekonominya di dalam wilayah yurisdiksinya termasuk sumber daya manusianya
3. Suatu negara memiliki hak untuk memilih dan melaksanakan sistem ekonominya
4. Suatu negara memiliki kewajiban untuk tidak turut campur dalam urusan ekonomi negara lainnya melalui ancaman atau kekerasan
Point 1 dan 2 menunjukkan bahwa suatu negara meski terikat dalam kerjasama internasional tetap berdaulat atas kekayaan alam dan non-alam, baik secara personal dimanapun ia berada maupun ketika sebagai subyek hukum ia dihadapkan pada dengan kekuasaan negara terhadap orang . Termasuk dalam point ini adalah hak negara terhadap zone ekonomi eksklusif.
Point 3 dan 4 berkaitan tentang penentuan nasib sendiri tanpa intervensi dari negara lain melalui kebijakan hukum nasionalnya sendiri.

D. Sistem ekonomi kerakyatan
Sistem ekonomi pada dasarnya mengatur pertukaran barang dan jasa yang tujuannya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Sejalan dengan teori welfare state yang dianut oleh negara-negara modern, pasal 33 UUD 1945 dianggap sebagai sistem ekonomi campuran yang dikenal dengan demokrasi ekonomi. Bung Hatta mengemukakan bahwa demokrasi ekonomi Indonesia didasari tiga prinsip, yaitu : etika sosial yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila, rasionalitas ekonomi yang diwujudkan dalam perencanaan ekonomi serta organisasi ekonomi berdasarkan asas kebersamaan, keswadayaan dan autoact.
Kompleksitas pasar dalam globalisasi mengiisyaratkan bahwa ekonomi kerayatan menuju kearah keunggulan kompetitif, bukan sekedar komparatif. Untuk mencapai tujuan ini , langkah-langkah yang harus dilakukan :
1. Peningkatan taraf pendidikan bagi seluruh rakyat
2. Keberpihakan yang jelas pada ekonomi rendah, bukan hanya dalam konsep belas kasihan tetapi dalam bentuk akuntabilitas pertanggunjawaban
3. Perlu peningkatan research and development terhadap teknologi tepat guna agar proses produksi dapat dijalankan sesuai dengan potensi yang ada.
Neoliberalisme yang dianggap sebagai ideologi dalam globalisasi lebih disebabkan karena sistem hukum dan ekonomi di negara-negara berkembang sangatlah bersifat parokial. Keterbatasan negara dalam hal finansial dianggap sebagai faktor utama penyebab ketergantungan pada negara-negara besar.
Sumber daya alam Indonesia cukup banyak, tetapi pengelolaan yang todak tepat dan dilakukan oleh kelompok yang dekat dengan penguasa menciptakan eksklusifisme yang berujung pada timbulnya kesenjangan dan desintegrasi dalam masyarakat.
Pembangunan ekonomi yang disusun atas dasar fondasi kemudahan memperoleh utang luar negeri menyebabkan Indonesia semakin rapuh.
Bung Karno sebagai founding father terkenal dengan ucapannya ” jangan sekali-sekali melupakan sejarah”...Hal ini tepat sekali untuk menggambarkan strategi pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan. Kita perlu membebaskan diri dari budaya textbook thinking dan xenophilic terhadap model ataupaket yang ditawarkan namun tidak pas dengan kondisi sosio-ekonomi masyarakat dan menambah bobot ketidakadilan dan tidak pro kaum miskin.
Menurut Amartya Sen, peraih Nobel bidang ekonomi 1998, tatkala kebutuhan untuk reformasi ekonomi memberikan peluang lebih besar bagi pasar bebas, justru pada saat itu sebenarnya pengembangan peluang-peluang sosial yang fundamental (sekolah, pelayanan kesehatan, reformasi tanah dan lainnya)membutuhkan kebijakan publikyang sangat teliti jauh melintasi cakupan pasar semata .
Pembangunan pada hakekatnya merupakan proses peningkatan kebebasan manusia dalam berbagai bentuk yang bukan saja penting secara sendiri-sendiri, tetapi juga saling mendukung.
Pendekatan People Driven sebagai strategi ekonomi pro kaum miskin direalisasikan dengan memacu pertumbuhan ekonomi berbasis lingkungan hidup. Sebagai negara dengan potensi agraris yang tinggi, liberalisasi perekonomian yang tanpa persiapan matang semakin memarjinalkan rakyat kecil.
Ide yang spektakuler sebagaimana dikemukakan oleh Herawan Sauni : ”Dalam kerangka pembangunan pertanian kedepan yang dapat menopang perekonomian suatu bangsa,wujud pertanian yang dikehendaki adalah pertanian yang modern , yaitu suatu pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis.” Untuk idealnya, maka pembaharuan hukum memiliki substansi yang menyentuh potensi alam hingga ketentuan batas eklporasi dan eksploitasinya. Kemiskinan sebaiknya tidak hanya dilihat dari tidak meratanya akses pendidikan, dan bias urban, tetapi juga dengan melihat banyaknya unsur ketidakadilan , kompleksitas interaksi antara assets, pasar dan kelembagaan.
Ketika didengungkan clean governance sebagai salah satu tuntutan reformasi, perlu dicermati bahwa perlu adanya penanganan kejahatan konvensional, khususnya menyangkut pertumbuhan ekonomi dalam bingkai birokrasi. Penanganan kejahatan koorporasi dewasa ini seolah bias dan hanya sebatas retorika saja.
Masyarakat terlalu biasa menterjemahkan kejahatan koorporasi hanya dilakukan pihak swasta saja, padahal kejahatan tidak terlepas dari kolusi antara swasta dan birokrat dengan orientasi yang sama yaitu profit maximization.
Pertimbangan ekonomis seringkali menjadi penyebab terabaikannya masalah koorporasi. Kasus Buyat memperlihatkan bagaimana resistensi pemerintah mengungkap kasus koorporasi dibidang lingkungan.
Fasilitas keamanan kerja yang tidak layak dan menyebabkan banyak terjadi kecelakaan kerja, banyaknya perusahaan yang tidak memberikan jaminan sosial tenaga kerja yang layak, menambah panjang deretan kejahatan koorporasi.
Clinnard dan Yeager mengemukakan beberapa formulasi sebagai upaya penanggulangan kejahatan koorporasi :
1. Pembentukan etika bisnis yang kuat di kalangan dunia usaha. Dengan demikian kalangan bisnis harus menyadari bahwa tujuan usaha mereka bukan sekedar mencari keuntungan yang sebesar-besarnya , melainkan juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat secara lebih luas. Demikian juga di kalangan birokrat, politisi dan kalangan profesional.
2. Pembenahan aparatur pemerintah sehingga lebih efektif dan efisien.
3. Pengenaan sanksi yang lebih keras sehingga menjadi semacam shock therapy bagi pelaku bisnis untuk melakukan kejahatan.
4. Gerakan konsumen untuk melakukan tekanan dan tuntunan terhadap kejahatan korporasi.
Pertumbuhan Koorporasi juga dipicu oleh otonomi daerah. Otonomi daerah menimbulkan asumsi bahwa ada semacam ego kedaerahan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah melalui pajak dengan berbagai retribusi. Hal ini berdampak pada minat investasi.
Dalam type birokrasi, koorporasi hanya bisa disaingi oleh birokrasi negara dalam meningkatkan efisiensi rasional, kontinuitas operasi, kecepatan, ketetapan dan perhitungan hasil. Negara dituntut memberikan policy yang mempertimbangkan kepentingan mayoritas. Perlu untuk dikaji bersama, bahwa kalaupun terjadi kekosongan hukum dalam rangka law enforcement , Indonesia menganut rechtsvinding, yakni melalui yurisprudensi.

E. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan sebagai Wujud Kepedulian Sosial terhadap Masyarakat
Illustrasi di atas telah memberikan gambaran tentang diperlukannya tindakan untuk memperkecil kesenjangan sosial dan memperbesar nilai kesejahteraan melalui sistem ekonomi kerakyatan dengan pendekatan people driven.
Kongkritnya penulis mengajak untuk melihat lebih jauh lagi tentang Tanggungjawab Sosial Perusahaan sebagai Wujud Kepedulian Sosial terhadap masyarakat.
Interaksi antara masyarakat dan perusahaan tidak dapat dilepaskan. Suatu hal yang ideal jika masyarakat dilingkungan perusahaan berada melaksanakan aktivitas perusahaan dan di pihal lain perusahaan adapat menjamin tersedianya kebutuhan masyarakat oleh perusahaan.
Sri Rezeki Hartono mengungkapkan bahwa tanggung jawab sosial adalah suatu tindakan yang ditujuakan tidak semata-mata bagi keuntungan perusahaan, misalnya dapat ditujukan bagi kesejahteraan dan pemeliharaan kesejahteraan lingkungan.
Maka langkah-langkah yang dapat diambil pemerintah terhadap perusahaan adalah :
1. Membenahi pengaturan tentang pertanahan sehingga dapat menata kembali hak-hak berkaitan dengan tanah tradisional dan fungsi sosial tanah secara seimbang, sehingga tidak terjadi pengabuan nilai demi kepentingan bisnis.
2. Pengelolaan hutan harus diperhatikan , sering terjadi penguasaan yang mengalahkan penguasaanhak negara. Ini dapat memperkecil dampak perusakan lingkungan, yang berujung pada kerugian masyarakat sekitar.
3. Peraturan dan kebijakan berkaitan dengan lingkungan hidup, pemebenahan aturan perburuhan dimana buruh tidak lagi dianggap sebagai faktor produksi.
4. Keterlibatan perusahaan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan melalui pola kenitraan dan pembangunan usaha kecil bagi masyarakat sekitar.
5. Jamsostek sebagai pilar utama yang memberi kemudahan hidup bagi para buruh.
Bertitiktolak dari uraian di atas, penulis menawarkan mainstream pemikiran hukum ekonomi , sebagai substansi yang harus ada dalam pembentukan aturan , yakni :
1. Mengakui adanya kepemilikan individu tanpa meninggalkan nilai-nilai spirituil dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
2. Negara mengatur hak-hak individu agar tidak mengganggu kepentingan umum , menjaga kemakmuran bersama.
3.Pembangunan ekonomi tidak otonom terhadap tata nilai, etika dan agama.





PENUTUP

Setiap individu memiliki kebebasan untuk menjalankan fungsinya sebagai agen ekonomi dalam rangka memenuhi kebutuhan dan survive dalam hidup. Demikian pula dalam perjalanan seatu negara, pembangunan diwarnai dengan aktivitas ekonomi yang sedemikian kompleks dan kompetitif.
Maka sistem hukum yang ada harus berdayaguna sebagai sosial control, social engineering dan lebih jauh penulis membahasakan peran hukum sebagai landasan pembangunan. masyarakat (Law as a base of Social development) .
Globalisasi yang oleh sebagian orang dipandang sebagai neoliberalisme bukanlah gejala yang menghambat eksitensi hukum nasional, sebab Indonesia adalah negara yang berdaulat untuk menentukan sistem hukum apa yang sesuai dengan falsafah hidup bangsanya sendiri.
Sebagai landasan pembangunan hukum harus memiliki kepastian dengan kekuatan, karena pembangunan suatu negara tidak mungkin mencapai hasil yang optimal dengan fondasi hukum yang rapuh.
Pembaharuan hukum Hak asasi Manusia, Hukum Penanaman Modal, Hukum Agraria, Hukum Lingkungan, Hukum Perlindungan Konsumen sudah semestinya disertai aturan penanggulangan terhadap kemungkinan tumbuhnya Koorporasi sebagai bentuk yang inkonvensional.
Begitu banyak idealisme, tatanilai, kultur yang tercipta dalam era globalisasi. Fakta adanya evolusi sosial merupakan fenomena yang tak bisa dihindari. Meski tak harus menghentikan ideologi global, tetapi sebagai negara dengan pilar kedaulatan Indonesia sudah selayaknya mandiri dalam hal pembentukan hukum. Ketika hukum dibahasakan oleh penulis sebagai landasan pembangunan masyarakat, maka hukum tidak hanya supreme, tetapi juga melindungi pembangunan itu sendiri.
Sudah waktunya untuk menjadikan konsep demokrasi ekonomi atau juga dikenal dengan sistem ekonomi kerakyatan ini tidak lagi bersifat parokial, tetapi menjadi salah satu sistem hukum yang mewarnai kerjasama di bidang ekonomi internasional.
Orientasi pada kesejahteraan seluruh rakyat kiranya tidak diterjemahkan sebagai kecenderungan kearah sosialisme dengan muatan politik totalitas negara , tetapi lebih pro kaum miskin dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan.
Pendekatan people driven menempatkan rakyat sebagai aktor penting dalam berbagai kebijakan. Konsep otonomi daerah tidak boleh dipelintir untuk kepentingan penguasa dengan dalih kepentingan rakyat, sehingga kapitalisme lokal tidak dapat dimunculkan lagi.

Berkaitan dengan pembangunan ekonomi, alangkah baik jika hukum yang ada memiliki substansi sebagai berikut :
1. Mengakui adanya kepemilikan individu tanpa meninggalkan nilai-nilai spirituil dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
2. Negara mengatur hak-hak individu agar tidak mengganggu kepentingan umum , menjaga kemakmuran bersama.
3.Pembangunan ekonomi tidak otonom terhadap tata nilai, etika dan agama.

Menata masa depan yang lebih indah adalah juga dengan belajar dari masa lalu.

















DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Abdul Manan (2005) Aspek-aspek Pengubah Hukum , Jakarta : Prenada Media


Alfred Soiner, Douglas Hague (1984) Teori Ekonomi, Jakarta : Ghalia Indonesia

Alvin Johnson (1994) Sosiologi Hukum, Jakarta : Rineka Cipta

Ankie MM Hoogvelt (1992) Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang, Jakarta : Rajawali

Astrid Susanto(1979) Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial, Bandung : Ekonomi

David Berry (2003) Pokok-pokok Pikiran Dalam Sosiologi, Jakarta:Grafindo

Esmi Warasih (2005) Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang : Suryandaru Utama

Herawan Sauni (2006) Politik Hukum Agraria Kajian Atas Landreform Dalam Rangka Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia, Medan:Pustaka Bangsa Press

Huala Adolf (2002) Hukum Ekonomi Internasional .Jakarta : Raja Grafindo

Manfred B. Steger (2005) Globalisme Bangkitnya Ideologi Pasar, Yogyakarta : Lafald

Mudji Sutrisno, Hendar Putranto (2004) Hermeneutika Pascakolonial, Yogyakarta : Kanisius

Noorkholis ( 2006) Max Weber Sosiologi,Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Otje Salman (1989) Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Bandung : Alumni

Peters, Koesriani Siswosubroto (1988) Hukum Dan Perkembangan Sosial Buku Teks Sosiologi Hukum Jilid I dan II, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

_________________________, (1990) Hukum Dan Perkembangan Sosial Buku Teks Sosiologi Hukum Jilid III, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan

Philipe Nonet, Philip Selznick (1978) Law and Society in Transition, Toward Responsive Law, NewYork : Harper Torchbooks

Roberto Mangabeira Unger (1976) Law and Modern Society, New York : The Free Press

Satjipto Rahardjo (1983) Permasalahan Hukum di Indonesia, Bandung : Alumni

Soerjono Soekanto (1994) Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : Grafindo

________________(1983) Beberapa Permasalahan Hukum Dalam Kerangka Pembangunan di Indonesia, Jakarta : Universitas Indonesia
Kusuma, H.H. (1995) Antropologi Hukum , Bandar Lampung : Citra Aditya Bakti

Wiliam N Dunn (2000) Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Yoserwan (2006) Hukum Ekonomi Indonesia dalam Era Reformasi dan Globalisasi Padang : Andalas University Press

Jurnal, artikel :

HS Dillon (2001) Paradigma Ekonomi yang Pro Kaum Miskin dan Pro Keadilan

Mubyarto (2002) Ekonomi Rakyat Dalam Era Globalisasi, Jurnal , www. Ekonomi Rakyat.org

Rahadi Ramelan (1995) Pembangunan Nasional dan Industri Strategis, www. Pembangunan Nasional .htm