Jumat, 09 Oktober 2009

Materi kuliah Hukum Kejahatan Korupsi 1

Materi kuliah HUKUM KEJAHATAN KORUPSI
(HPD. 205)

A. Deskripsi :
1. Aspek Korupsi
2. Hukum Pidana sebagai Penanggulangan Kejahatan Korupsi
3. Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
B. Kompetensi Dasar :
1. Aspek Korupsi
2. Perkembangan Hukum Kejahatan Korupsi
3. Hukum Pidana sebagai Penanggulangan Kejahatan Korupsi
4. Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
5. Delik-delik khusus kejahatan korupsi
C. Materi :
1. Aspek Korupsi :
a. Pendahuluan
b. Latar Belakang
c. Korupsi sebagai salah satu bentuk kejahatan
d. Faktor yang mempengaruhi kejahatan korupsi
2. Perkembangan Hukum Kejahatan Korupsi
a. Korupsi sebagai implementasi hukum pidana khusus
b. Perkembangan hukum
3. Hukum Pidana sebagai Penanggulangan Kejahatan Korupsi
a. Hukum Pidana umum dan Hukum Pidana Khusus berkaitan dengan kasus korupsi
b. Kejahatan jabatan dalam KUHP
4. UU no. 20 tahun 2001
a. Latar Belakang
b. Aturan normative pemberantasan TIPIKOR
c. Mekanisme pemberantasan TIPIKOR
d. Organisasi non pemerintah dalam pemberantasan TIPIKOR
5. Delik-delik Khusus Kejahatan Korupsi
a. Suap
b. Gratifikasi
c. Money Laundering








ASPEK KORUPSI
Yovita A Mangesti, SH.MH

A. Menurut Bambang Poernomo :
KORUPSI merupakan suatu perbuatan curang (vig bedorven) dan tidak jujur (onesrlijk) yang bermula sebagai perbuatan jahat yang memerlukan kemampuan berpikir (intelegencia), dengan pola perbuatan yang demikian itu paling mudah merangsang untuk ditiru dan menjalar di lapisan masyarakat.
B. Menurut UU no. 3 tahun 1971 :
Korupsi adalah melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan Negara dan atau perekonomian Negara atau diketahui dan patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut ,erugikan keuangan dan perekonomian Negara.
C. Menurut UU no. 31 tahun 1999 :
Korupsi adalah secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan Negara.
Maka, korupsi dapat dikatakan sebagai melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan Negara.

KORUPSI MERUPAKAN KALKULASI KRIMINALITAS, artinya merupakan tindakan yang lebih dari sekedar pemuasan nafsu . Korupsi sebagai kalkulasi beroperasi dalam taksiran bahwa pegawai akan terlibat dalam usaha korupsi ketika kuntungan yang mereka perolah lebih besar dari sanksi jika ditangkap , dikali kemungkinan untuk ditangkap.
KORUPSI , terjadi dalam proses sosial
Kehidupan manusia dalam masyarakat merupakan jaringan interaksi antara individu dengan individu , individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, dalam lingkungan yang terbatas maupun lingkungan yang luas.
Relasi kebersamaan ini terjadi untuk menyelenggarakan kepentingan (social action ) yang secra berkesinambungan membentuk pola hidup dalam masyarakat. (social reaction).
Pola bermasyarakat terus berkembanga dalam suatu tatanan terstruktur, tertata dalam kerangka norma dan kaedah - kaedah yang hidup. (social system). Bertolah dari sudut pandang "homo sapiens" dan ajaran Mac Iver tentang " the state is instrument of social man" maka setiap kelompok membentuk tatanan sosial yang berbeda satu dengan lainnya.
Masyarakat tradisional dengan kelompok yang relative kecil pada umumnya hubungan(relasi sosial) yang terjadi bersifat alamiah, berbatas dengan pepenuham kebutuhan pokok secara sederhana. Pola tertib sosial merupakan keadaan yang timbul dengan sendirinya.
Sebagai homo homonisocius dan homo educandum, manusia jug mengalami proses evolusi dan revolusi peradaban. Maka berpengaruh pada perkembangan system sosial sehingga manusia melakukan penataan di bidang sosio politik, sopsiao ekonomi, sosio budaya dalam masyarakat.
Proses ini tidak terhenti begitu saja, tetapi juka membawa serangkaian gerak sosial dinamis pada pembentukan hukum.Struktur pemerintah, penyelenggara kedaulatan Negara sikap penguasa terhadap rakyat, pola kepemimpinan dalam suatu kekuasaan, dll, menumbuhkan karakteristik sosio-politik tertentu untuk mengorganisir masyarakat.
Sistem sosial pada dasarnya berorientasi pada tingkah laku indiividu dan sosial yang tujuannya adalah terbentuknya proses sosial assosiatif.
Perubahan yang terjadi pada tatanan kehidupan sosial, didorong munculnya aneka kebutuhan hidup menyebabkan manusia merangkai cara / upaya untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut. Melalui proses social contract terbentuklah seperangkat aturan dengan sanksi terhadap si pelanggar dalam suatu tatanan hukum,yang merupakan manifestasi norma-norma yang hidup di masyarakat.
Dalam hal ini , fungsi hukum adalah sebagai alat untuk menjaga kelancaran interaksi sosial yang diimplementasikan dalam dimensi : Hukum sebagai alat peƱata, (instrument) untuk melestarikan perubahan-perubahan dalam masyarakat (social control) dan melindungi masyarakat dari perilaku /aksi yang dapat membahayakan diri atau harta benda atau kepentingan masyarakat (social engineering).
Hukum haruslah berorientasi pada kehidupan masa yang akan datang. Meski pada kenyataannya tersirat bahwa hukum adalah produk masalalu dan hanya mengatur masa sekarang.Perjalanan masayarakat yang dinamis dan selalu berkembang memungkinkan timbulnya rupa-rupa konflik baru yang juga dapat dtafsirkan dan diatur dengan hukum yang baru pula.
Sejalan dengan dinamika fenomena masyarakat tersebut, maka hukum diklasifikasiklan dalam dimensi ius operatum, ius constitutum , ius constituendum.
Konflik sosial yang selalu tumbuh dan berpotensi untuk terus berkembang atau justru menumbuhkan jenis konflik yang baru sudah selayaknya menjadi mata kajian pembaharuan hukum di suatu Negara dan jika perlu dapat mereduksi dan atau berasimilasi dengan tatanan hukum internasional.
Proses sosial dapat menumbuhkan keadaan tertentu yang menghambat kelancaran proses sosial.

KORUPSI dipandang sebagai bentuk perilaku menyimpang

Dalam proses sosial adakalanya tingkahlaku seseorang menyimpang dari aturan yang berlaku. Pelaku penyimpangan disebut deviant. Para deviant adakalanya berkelompok (beraliansi) sehingga menghasilkan deviant culture sub budaya menyimpang.
Perilaku menyimpang yang bersisafat mengganggu sampai pada taraf merusak masyarakat akan mendapat cap / label sebagai sikap atau pola perilaku "jahat". (Clayton AH,1974 : 5-7)

Sekilas tinjauan hukum pidana
Hukum pidana memandang kejahatan sebagai perilaku yang merugikan kehidupan sosial.(social injury)
Merupakan manifestasi serangkaian perilaku non-conformist.
Konsekuensi dari proses interaksi sosial yang menyangkut perilaku kejahatan akan mendapatkan "reaksi sosial". Reaksi sosial terhadap kejahatan dalam masyarakat mempunyai berbagai wujud, yakni sebagian ada yang dihukum sesuai dengan rumusan hukum tentang kejahatan, sebagaian lain ada pulayang diberikan reaksi sosial tanpa dihukum.(Bambang P, 1984 : 5)
Terjadinya proses kejahatan dilihat dari tingkat pertumbuhan terbagi dua :
a. kejahatan konvensional : yang menyentuh kepentingan orang dan kekayaan sebagaimana diatur dalam kodifikasi hukum pidana
b. kejahatan inkonvensional : yang semakin kompleks modus operandi dan kualitas kejahatannya sehingga sulit untuk merumuskan norma dan sanksinya maka diberlakukan hukum yang khusus (lex specialis).
Hasil penyelidikan Herman dan Julia Schwendinger menunjukkan penemuan alternative mengenai rumusan kejahatan yang melanggar HAM secara langsung. Pelanggaran HAM yang bersifat humanistis dimasalahkan sampai penyusunan definisi baru bahwa kejahtan meliputi perilaku yang bertentangan dengan pranata hubungan sosial dan system sosial akibat melanggar hak asasi manusia. (Herman dan Julia S, 1975:28-29 / 40)
Sementara para kriminolog : "a great number of crimes are commited under cover official and semi official position , for ideological, revolutionary and nationalistic reasons, anct of terrorism,suppoted or encouraged by governments or perpretated by special govermental group and organization , corruption and violation of human rights commited by political organization". (Nagel, 1971 : 3)
Lord Acton : Kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan absolute dipastikan korup

HUKUM DAN PERUBAHAN DI DALAM MASYARAKAT
Ketertiban dalam masyarakat akan tercapai apabila ada kepastian hukum.Kepastian hukum merupakan suatu keadaan dimana setiap peristiwa mendapatkan tempat dari aturan hukum yang tertulis atau yang tidak tertulis dalam masyarakat. Indikator kepastian hukum adalah perilaku masyarakat itu sendiri.Baik yang timbul secara disadari maupun tidak disadari.
Perilaku menyimpang sebagai salah satu bentuk perubahan perilaku dalam proses sosial yang mebahayakan kehidupan masyarakan pada titik tertentu dapat diformulasikan sebagai perilaku kejahatan.
Pergeseran dari masyarakat tradisional menjadi masyarakat transisi dan berkembang menjadi masyarakat modern berdampingan dengan pola perubahan norma dalam masyarakat. Maka hukum positif yang berlaku dan mengatur masyarakat itupun berubah dari tingkat konvensional menjadi inkonvensional.
Situasi penentu kejahatan itu dapat dibentuk, diciptakan dan dikualifikasikan, menurut waktu dan tempat tertentu. Sifat kejahatan yang relative itu kemudial mendapat seleksi berdasarkan consensus nilai-nilai dari masyarakat dan diabstraksikan luas lingkupnya sebagai perilaku jahat yang dapat dihukum oleh peraturan pidana.(legality difinition of Crime).
Dalam tatanan hukum , Korupsi adalah suatu bentuk penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.
Korupsi dipandang sebagai perusakan system nilai dan intuisi sosial ekonomi, mental dan citra aparatur Negara.

Kualifikasi hukum pidana korupsi mengandung unsur "delik", atau perbuatan melawan hukum, yang menurut penjelasan umumnya disebutkan bahwa melawan hukum baik dalam arti formal maupun material , dan dengan maksud sarana agar lebih mudah memperoleh pembuktian tentang perbuatan yang dapat dihukum.
Dalam kepustakaan "Crimenal Law", disebutkan tentang kesengajaan.
"Sengaja" merupakan suatu istilah dari diketahui lebih dahulu atas konsekuensi yang dihubungkan dengan suatu maksud bagi pembuat "intention is term of foresight of consecuences coupled with a desire for them"(Cross dan Jones , 1959 : 42)

Apakah "KORUPSI" merupakan bentuk kesengajaan ?

Pengertian 'sengaja atau opzet" tyerhadap akibat ataupun hal ikhwal yang menyertai itu, menimbulkan beberapa pandangan mengenai bentuk kesengajaan :
a. kesengajaan sebagai maksud
b. kesengajaan sebagai kepastian
c. kesengajaan sebagai kemungkinan
Prof Moeljatno SH berpendapat bahwa tentang hubungan dengan sifat melawan hukumnya perbuatan itu merupakan kesengajaan yang berwarna, yaitu apabila hubungan batin dengan sifat melawan hukumnya suatu berbuatan harus ada. Apabila hubungan yang demikian tidak ada, maka tidak mungkin dijatuhkan pidana atas dasar tidak dipidana tanpa kesalahan.
Kejahatan pada umumnya merupakan kesengajaan, meski dalam bentuk tertentu dapat dianggap kealpaan (ingat : Dolus dan Culpa)
Korupsi yang notabene dilakukan dalam "kekuasaan dan kewenangan" maka pembentuk undang-undang memandang korupsi sebagai delik khusus kejahatan jabatan.
Kejahatan Jabatan dapat ditujukan pada berbagai kepentingan hukum, baik kepentingan hukum dari masyarakat maupun individu. Dalam kenyatan ciri kejahatan korupsi secara umum merugikan kepentingan negara.
Pelaku kejahatan tersebut meliputi orang-orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan Negara atau daerah , selain dari itu juga meliputi orang-orang yang menerima gaji atau upah dari suatu badan atau badan hukum yang menerima bantuan dari keuangan Negara atau daerah atau dari badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari Negara atau masyarakat dengan dana-dana yang diperoleh dari masyarakat tersebut untuk kepentingan kemanusiaan, sosial, dll.(UU nomor 18 tahun 1961)

KORUPSI MENYANGKUT KEHIDUPAN POLITIK , EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA

Pada dasarnya Korupsi dibentuk oleh pelaku yang menyangkut penyelenggara pelayan umum (public services) dan hubungan kerja (public contracts) yang mendatangkan sumber keuangan. Korupsi terjadi melalui kelemahan system birokrasi dan system control dengan memanfaatkan situasi tertentu dari siklus pertumbuhan negara dan perkembangan sosial serta struktur pemerintaha .
Korupsi berhubungan dengan kondisi politik dan kelembagaan pemerintah. Penjatahan suara pada legislative, penggunaan fasilitas bagi diri sendiri, penggunaan waktu yang jauh dari efektifitas dan efisiensi, menyususn kekuatan dibalik layer dan berbagai manipulasi.
Faktor yang berpotensi menumbuhkan korupai secara deskriptif dapat dikelompokkan dari : a. struktur dan system sosial, b. orientasi sosial pada kekayaan dan keuangan, 3. perubahan sosial dan modernisasi.
Secara sosiologis perbuatan korupsi menunjukkan adanya korelasi antara kejahatan dan pemerintahan, politik, ekonomi dan keuangan.
Sifat kejahatan korupsi berdimensi waktu yang sulit diamati dan diramalkan.
Motif korupsi dapat dilihat dari dua motif , missal . korupsi yang sepintas lalu hanya bermotif mendapatkan uang tetapi telah disiapkan untuk kepentingan politik Korupsi yang kelihatan hanya merugikan bidang perekonomian tetapi diperuntukkan untuk menggagalkan kekuatan politik tertentu dengan manipulasi suara.
Makin luasnya perbuatan korupsi seringkali mengaburkan korupsi sebagai bentuk " the criminal role " atau "the role of political power". Maka bukan hal yang mustahil bahwa dalam struktur sosial dengan kekuasaan yang absolute akan mempermudah terjadinya korupsi.

TUGAS
1. Ditinjau dari aspek korupsi, mengapa korupsi dikategorikan sebagai bentuk kejahatan ?
2. "Korupsi merupakan kalkulasi kriminalitas" Setujukah anda, Uraikan pendapat anda.

Dalam setiap proses sosial setiap fase perkembangan terdapat hasrat pemenuhan kebutuhan manusia secara pribadi maupun kelompok , tetapi dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut belum tentu mengarah pada tatanan hidup yang berwujud keteraturan. Sebagaimana yang diharapkan. Keadaan kebersamaan dalam suatu tatanan nilai menjadi sebuah konsep yang mewarnai pembentukan aturan -aturan sebagai petunjuk hidup dalam bertingkah laku. Suasana tertib sosial (social order) sebagai sebuah sarana menuju cita-cita hidup masyarakat.
Segala bentuk perilaku menyimpang yang berdampak non-conformist dalam masyarakat memiliki konsekuensi timbulnya berbagai reaksi sosial. Reaksi sosial kejahatan berubah-ubah sejalan dengan perkembangan peradaban , demikian juga terwujud melalui pelaksanaan hukum sebagai sarana penanggulangan perilaku jahat tersebut.
Korupsi (corruptie) merupakan perbuatan curang (figbedorven) dan tidak jujur (oneerlijk) yang berawal dari perbuatan jahat yang memerlukan kemampuan berpoikir (intelegensia) , dengan pola perbuatan yang demikian itu dengan mudah ditiru dan menjalar ke seluruh bidang kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dimaklumi bahwa terbentuknya masayarakat menyimpang (deviant sub culture) diciptakan dari perbuatan "meniru" dalam masyarakat. Fenomena kejahatan hidup di setiap waktu dan di sembarang tempat.
Secara sosiologis korupsi telah ada sejak zaman pemerintahan Yunani. Kebocoran financial dan kesulitan moneter menjadi budaya yang tanpa disadari melekat , membentuk polatingkah laku yang menjelma menjadi tindak pidana korupsi dan merembes dalam tubuh pegawai negaeri dan organ penegak hukum. Perbuatan korupsi juga merambah ke kerajaan Perancis, yang pada masa itu tercatat kasus 'Madame deficit' dan ' terror Robespiere' yang diselesaikan melalui revolusi sosial. (pelajari struktrur sosial budaya masyarakat pada Revolusi sosial dan revolusi industri)
Di negara besar seperti Amerika Serikat tercatat kasus Arthur Samish, seorang pengusaha minuman bir di Californoia dan ladang minyak di Indiana dan Texas, yang dapat menghindar dari penyelidikan pajak dengan memproyeksikan diri sebagai angen pengumbul dana untuk berbagai kegiatan kenegaraan. Ia dikenal sebagai "lobby" di parlemen sejak 1938. Kadaan ini mendudukkan ia sebagai orang yang memiliki pengaruh besar dalam soal ketatanegaraan , referendum, pemilihan senator dan anggota DPR, juga mengendali jawatan pajak, bekerjasama menggelapkan iuran pajak perusahan.
Mei 1950 Arthur Samith diketahui terlibat dalam korupsi dengan membuat selebaran pungutan dana dan mengeluarkan empat lembar ceheck @ $10.000 dan selembar check $ 40.000 diberikan kepada komite kampanye. Kegiatan ini merupakan kejahatan di bidang politik, ekonomi, sosial dan budya yang dituntut melanggar undang-undang dalam Federal Corrupt Practice Act"
Ester Kefauver , senator Amerika Serikat (1952) menyusun laporan "The Kefaufer Report On Organized Crime" , menyatakan bahwa "kejahatan manipulasi yang diatur itu berguna bagi perdagangan untuk memejukan transaksi-transaksi yang dapat memperkosa ndang-undang federal atau undang-undang negara…………"
Di New York , tercatat telah dikuasai Frank Costella bersama Joe Adonis dan Meyer Lansky, yang memiliki usaha resmi di bidang perminyakan dan real estate.Akan tetapi bisnisnya berkembang tidak resmi ke minuman keras , perjudian, dan narkotika.
Keberhasilan puncaknya ketika hasil perdagangannya menguasai pemilihan Thomas Aurellio untuk menduduki kursi Mahkamah SAgung, pencalonan walikota dan menguasai dewan Partai Democrat New York Country selama 1942-1948.
Diantara kasus lawas di Indonesia, menurut Humas Kejaksaan Agung , sejak terbentuk Tim Pemberantasan Korupsi , pada tahun 1968 - 1974 tercatat 2782 perkara dan telah diselamatykan uang negara sekitar 5 milyar, belum termasuk barang seperti gedung, tanah dan kendaraan hasil korupsi. (kompas , 1 Oktober 1974)
Di dalam contoh-contoh tersebut korupsi merupakan upaya kejahatan yang dipergunakan golongan masyarakat dengan cara mengaitkan diri pada system politik dan pemerintahan yang ada untuk ikut bermain bersama dengan maksud menyeleweng dari aturan yang ada, demi keuntungan individu atau sekelompok orang saja.
Hal ini melatar belakangi pemikiran perlunya aturan tentang korupsi dan berbagai bentuk kecurangan lainnya, sehingga dalam Encyclopedia Americana dirumuskan bahwa kegiatan yang menyertai korupsi yaitu : pemberian hadiah, penyuapan, manipulasi usaha yang menyangkut perekonomian dan keuangan dengan akibat merugikan kepentingan umum atau negara.
Gambaran keadaan dari masa kemasa inilah memerlukan pemecahan bahwa diperlukan perangkat hukum yang elastis atau paling tidak aparat hukum harus mampu memahami bahwa korupsi selalu terselubung dalam bentuk manipulasi politik atau jabatan negara, perpajakan, kecurangan dalam lisensi, penyalahgunaan fasilitas, jual beli suara, dll, sehingga perangkat hukum yang ada tidak hanya dalam interpretasi legalitas yang sempit tetapi mampu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.

Tugas :

1. Carilah 1 contoh kasus korupsi yang sedang marak diangkat sebagai isu hukum di media massa.
2. Analisa : apakah korupsi tersebut disebabkan taraf pandangan hukum yang dominasi masih normatif tradisional dan bertahan pada ajaran legisme yang sempit, ataukah disebabkan pengembangan pola perilaku korupsi suidah memiliki potensi besar yang mampu merusak sendi-sendi kehidupan kenegaraan dan mentalitas penegak hukum ?


KORUPSI SEBAGAI SUATU BENTUK KEJAHATAN

Aspek kejahatan (delik)
Delik atau disebut juga perbuatan yang dapat dihukum, atau disebut juga peristiwa pidana, sering dianalogikan dengan pengertian "Strafbaar feit" yaitu suatu kelakuan manusia yang diancam dengan pidana oleh peraturan undang-undang. Jadi merupakan kelakuan yang secara umum dilarang dengan ancaman pidana. (Vos , 1950 : 25)
"Delik" atau juga dikenal sebagai "Strafbaar feit " menurut Pompe adalah : suatu pelanggaran yang dilakukan karena kesalahan di pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum , menyelamatkan kesejahteraan umum.
Berdasarkan hukum positif adalah suatu kejadian yang oleh undang-undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum.
Jonkers merumuskan delik sebagai kelakuan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja (opzet) ataupun alpa (culpa) oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.
Delik mempunyai sifat melarang atau mengharuskan suatu perbuatan tertentu dengan ancaman pidana kepada yang melakukannya. Delik harus ditujukan pada hal-hal :
1. Memperkosa suatu kepentingan hukum atau menusuk suatu kepentingan hukum.
2. Membahayakan suatu kepentingan hukum :
- concrete delicten : mislnya kejahatan membahayakan keamanan umum bagi orang atau barang, pemalsuan, manipulasi sehingga menimbulkan kerugian
- abstract delicten : misalnya sumpah palsu, penghasutan , dsb.
Delik merupakan bentuk perbuatan hukum, yang seharusnya melindungi kepentingan hukum. Kepantingan hukum yang diaksud adalah : kepentingan negara, masyarakat dan individu. Kepantingan ini dapat berubah seiring dengan waktu.
Perkembangan paradigma kejahatan antara kejahatan konvensional ke bentuk kejahatan inkonvensional berdampak pada perkembangan rumusan delik yang diatur dalam konstitusi dasar maupun dalam undang-undang organic.
Risalah penjelasan undang-undang membuat ukuran delik berkembang menjadi "rechtdelicten" (kejahatan) dan "westdelicten"(pelanggaran).
Ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa kejahatan (rectdelicthten) merupakan perbuatan dalam keinsyafan batin manusia yang dirasa sebagai perbuatan tidak adil disamping itu juga sebagai perbuatan tiding adil menurut undang-undang.
Elemen dasar untuk menentukan bahwa secara legal suatu perbuatan melawan kepentingan hukum harus mengandung unsur :
- bagian objective yang terdiri dari perbuatan dan akibat, merupakan kejadian yang menentang hukum positifsebagai ansir melawan hukum (onrechtmatige) yang dapat dihukum dengan pidana
- bagian subyektif yang merupakan anasir kesalahan delik.
Pompe membagi rumusan perbuatan dalam 3 elemen strafbaar faith :
1. wederecthtelijkheid ( unsur melawan hukum)
2. schuld (unsur kesalahan)
3. subsociale (unsur bahaya / gangguan / merugikan)
Elemen subsociale menambahkan doktrin dalam hukum pidana untuk menyempurnakan konstruksi pemikiran mengenani dasar penjatuhan pidana terhadap suatu perbuatan yang merugikan kepentingan masyarakat / negara.
Subsociale adalah suatu keadaan psikologis yang berakibat timbulnya kegelisahan dalam masyarakat, kacau, dsb, sebagai akibat suatu delik, sehingga perangkat negara tidak mampu lagi mengendalikan dan mempertahankan tertib masyarakat.

Korupsi - kejahatan - kesengajaan
Kejahatan pada umumnya dilakukan dengan kesengajaan. Kesengajaan adalah manifestasi dari keinsyafan pasti, dimana subyek hukum sdar bahwa melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam stlelsel hukum pidana disebutkan bahwa kesengajaan adalah kesalahan.
Asas legalitas (asas nullum delictum) yang secara tradisional merupakan sendi utama hukum pidana ,yang digunakan untuk memasukkan suatu perbuatan ke dalam kriteria kejahatan, meskipun asas legilitas ini seringkali tidak mampu menjerat suatu tindak pidana inkonvensional untuk dikenai sanksi. Korupsi sebagai bentuk kesengajaan yang dilakukan oleh subyek hukum untuk kepentingan pribadi jelas-jelas mengandung sifat melawan hukum dan seringkali tak tersentuh karena belakunya asas legalitas. Maka dipandang perlu interpretasi yang luas untuk menggunakan asas legalitas tersebut.

Korupsi sebagai suatu bentuk kejahatan.
Pembentuk undang-undang menjelaskan tentang korupsi sebagai suatu kejahatan dimana pada umumnya memuat aktivitas yang merupakan manifestasi dari perbuatan korupsi dalam arti luas mempergunakan kekuasaan atau pengaruh yang melekat pada seorang (pegawai negeri) atau karena kedudukan istimewa pada jawatan umum yang secara tidak patut atau menguntungkan diri sendiri maupun orang yang menyuap sehingga dapat dikualifier sebagai tindak pidana korupsi dengan segala akibatnya berhubungan dengan hukum pidananya dan hukum acaranya.
Keseluruhan perumusan dalam hal tindak pidana korupsi interpretasi terhadap perbuatan tersebut merupakan penarikan, perluasan perumusan dari sekedar aturan dalam KUHP.
Dari segi perbuatan dan akibat yang timbul , korupsi mengandung elemen :
1. tindakan yang menimbulkan kerugian negara / perekonomian negara
2. tindakan melibatkan pejabat negara dengan suap menyuap :
- didahului dengan hadiah / janji
- tidak melaporkan kejadian tersebut
3. tindakan penyalahgunaan kewenangan : - pemerasan, - proyek tidak sehat

Sebagai suatu bentuk kejahatan, korupsi memiliki Subyek hukum , yakni :
1. setiap orang
2. seorang pemborong / pemegang proyek dan penjual barang
3. pejabat
4. hakim / aparat hukum
Sebagai suatu bentuk kejahatan, dalam tindakan Korupsi terkandung unsur :
a. Melawan hukum
Korupsi mengandung unsur melawan hukum (wederechstelijk) dalam arti luas yaitu meliputi perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan tertulis dan juga norma-norma kesopanan yang lazim atau bertentangan dengan keharusan dalam pergaulan hidup untuk bertindak lebih cermat kepada orang lain , barang orang lain atau hak orang lain, behkan termasuk di dalamnya pengertian melawan hukum (BW 1365) atau onrechtmatige daad.
Diartikan melawan hukum dalam arti luas adalah untuk memperoleh pembuktian tentang perbuatan yang dapat dihukum atau memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu badan daripada memenuhi ketentuan untuk membuktikan terlebih dahulu adanya kejahatan / pelanggaran , serta dalam kelanjutannya mempermudah penuntutan / pemeriksaan di siding pengadilan.
DR. Andi Hamzah dalam "Korupsi di Indonesia masalah dan pemecahannya " pengertian melawan hukum adalah : tidak mempunyai hak sendiri untuk menikmati keuntungan (korupsi) tersebut. Di sisi lain, yurisprudensi MA no. 42 K / Kr / 1965 tanggal 8 Januari 1966 dalam pertimbangannya tentang hilangnya sifat melawan hukum :
Seseorang yang telah melakukan korupsi dapat dibuktikan tidak dapat dipidana dikarenakan hilangnya sifat melawan hukumnya karena :
-kepentingan umum dilayani
-Negara tidak dirugikan
-Terdakwa tidak menikmati keuntungan.
b. Memperkaya diri sendiri
Memperkaya artinya : suatu perbuatan yang dilakukan sehingga harta miliknya sendiri atau orang lain atau suatu badan menjadi bertambah dalam arti jumlah maupun nilai. Misalnya : dilakukan dengan mengambil, menjual, mendepositokan, meminjamkan, mempergunakan dan lain-lain dan perbuatan tersebut dimaksud bersifat melawan hukum.Bagi seorang tersangka / terdakwa diberi kesempatan untuk membuktikan perihal pertambahan harta tersebut.
c. Secara langsung / tidak langsung merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Keuangan negara adalah : keuangan daerah atau badan yang menggunakan modal atau kelonggaran -kelonggaran dari negara atau dana yang diperoleh untuk kepentingan sosial, kemanusiaan, dll, subsidi dari pemertintah pusat maupun daerah.
Untuk membuktikan kerugian keuangan negara ini dapat dimintakan keterangan ahli seperti BPKP (Badan Keuangan dan Pembanguan), dll.
Perekonomian negara adalah : segala usaha pemerintah demi kemakmuran rakyatnya yang meliputi usaha-usaha di bidang pertanian, industri, perdagangan, perhubungan , dll.
Contohnya : untuk melindungi perindustrian dalam negari pemerintah telah mengambil tindakan yang dikenal dengan nama proteksionisme untuk melindungi perkembangan industri dalam negeri terhadap industri negara lain , sehingga industri dalam negeri dapat menjadi komoditi yang handal di negeri sendiri dan diharapkan mampu menembus pasaran luar negeri.
Mengimpor dari luar negeri apalagi tidak membayar bea masuk akan merugikan perekonomian negara. Walau akibat korupsi tidak selalu dapat menimbulkan kerugian negara secara langsung , tetapi harus diperhatikan luasnya dampak korupsi yaitu kerugian dari segi birokrasi , sosial, budaya, dan akan mengurangi daya tahan nasional sehingga akibatnya berpengaruh besar pada sektor-sektor strategis pembangunan bangsa.
Dampak negatif korupsi dirasakan meluas dalam kehidupan masyarakat dikarenakan selain menggerogoti kredibilitas pemerintah juga merusal disiplin dan moral bangsa. Maka pelaku tindak pidana korupsi sudah seharusnya dituntut.
Percobaan dalam melakukan korupsi diatur sebagai delik tersendiri dengan sanksi yang sama dengan jika perbuatan tersebut selesai dilakukan.

Tugas :
Dalam proses sosial sehari-hari sering digunakan istilah :
a. dana taktis
b. fee, bonus, hadiah
c. harga eceran tertinggi, standar harga maximum
d. hibah
Istilah-istilah tersebut merupakan pengertian-pengertian umum yang lazim digunakan dalam kegiatan Bargaining system, dan telah merambah di seluruh bidang kehidupan, yang dapat digunakan sebagai motif memperoleh keuntungan / kekayaan dalam skala tertentu.

Pertanyaan : Adakah korelasi antara pengertian a,b,c,d tersebut dengan kejahatan korupsi ?
Jelaskan pendapat saudara.


FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJAHATAN KORUPSI
Secara kodrati manusia adalah makhluk pribadi dan makhluk sosial, yang dalam perkembangannya sarat dengan aneka kebutuhan.
Dari sudut pandang seorang ahli dibidang sosiologi dan manajemen, Abraham Maslow , dalam relasi sosial , "kebutuhan" merupkan hal penting yang memotivasi seseorang melakukan pekerjaan.
Maslow mengemukakan suatu hierarkhi kebutuhan manusia dari tingkat yang paling tinggi hingga tingkat dasar yakni : Kebutuhan aktualisasi diri, harga diri, sosial, keamanan, fisiologi. Dengan kata lain, teori Maslow ini menggambarkan bahwa manusia sebagai pribadi yang bereksistensi dalam kodratnya sebagai makhluk sosial memiliki serangkaian kebutuhan yang tidak terbatas pada sandang, pangan, papan (perumahan) saja.
Motivasi pemenuhan kebutuhan ini, dalam proses sosial merupakan motif dasar pada perilaku seseorang .
Perubahan peradaban manusia kearah modernisasi, telah meninggalkan struktur sosial yang tradisional (closed social stratification) menjadi struktur sosial masyarakat modern (open social stratification). Peralihan ini membawa dampak manusia cenderung ingin menduduki stratifikasi yang paling atas dalam kehidupan sosial. Adalah hal yang manusiawi karena pada status sosial tinggi identik dengan prestasi, prestige dan previelege yang berkaitan erat dengan pemenuhan berbagai kebutuhan hidup. Secara eksplisit perubahan system sosial tampak pada gaya hidup, perubahan tata nilai, dsb.
Kecenderungan yang demikian inilah menyebabkan kehidupan sosial yang notabene dipengaruhi kondisi politik dan ekonomi suatu negara secara makro menuntut seseorang untuk dinamis mencari upaya tertentu yang berujung pada kekayaan.
Orientasi sosial yang semula hanya sebatas pemenuhan kebutuhan kekerabatan antar manusia mengalami pergeseran dengan menempatkan kekayaan dan keuangan sebagai dasar membangun relasi sosial. Patologi kejahatan menempatkan manipulasi sebagai salah satu cara mencapai tujuan sesuai orientasi tersebut. Penelitian kriminologi menemukan timbulnya berbagai kejahatan sebagai manifestasi kelemahan birokrasi yang berdifusi dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Sebagai suatu system sosial , Indonesia adalah negara hukum bercorak "Welfare State" yang secara integral diwujudkan melalui tujuan negara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea ke-4 ( yakni : memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abdi dan keadilan sosial……..) secara normative menjadi legalisasi keterlibatan pemerintah dalam berbagai bidang kehidupan.
Indonesia dengan sistem pemerintahan yang menganut doktrin Trias Politika , membagi keberadaan lemabga birokrasi dalam distribusi kekuasan legislatif, eksekutif dan yudikatif.System sosial ini diharapkan mampu mengakomodir proses sosial pada heterogenitasnya masyarakat Indonesia dan aneka hierarkhi kebutuhan sehingga orientasi terhadap kekayaan ditujukan pada nilai kesejahteraan umum sebagimana tujuan negara Indonesia.
Aspek majemuk dalam perilaku yang bersifat koruptif, motif-motif di bidang politik , telah memberi petunjuk bahwa korupsi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan disebabkan beberapa faktor , yakni (1) dari struktur sosial dan system sosial, (2) dari orientasi sosial pada kekayaan kebendaan dan keuangan (3) dari perubahan sosial dan modernisasi (4) dari kelemahan system birokrasi.
Terdapat korelasi antara kejahatan, pemerintahan, politik, ekonomi dan keuangan. Motif sebagai kegiatan yang terselubung menyebabkan korupsi sulit dikendalikan. Ketika korupsi bersentuhan dengan hukum, kendala yang dihadapi adalah objek dan akibat perbuatan telah melebur sebagai suatu system budaya yang tidak mungkin dirubah tanpa komitmen dan kerangka pemahaman ideologi yang sama dalam kehidupan bernegara.

Tugas :

Analisalah doktrin Welfare State dan Trias Politika di Indonesia sehubungan dengan kemungkinan tumbuhkembangnya kejahatan korupsi
.(Catatlah Kelebihan dan kekurangan pelaksanaan welfare state dan trias politika di Indonesia , kemukakan hal-hal yang memungkinkan atau menjadi faktor pendorong terjadinya korupsi dari system tersebut).





PERKEMBANGAN HUKUM KEJAHATAN KORUPSI

A. Korupsi sebagai implementasi Hukum Pidana Khusus
Dampak dari berkembangnya peradaban manusia, berpengaruh bagi munculnya bentuk kejahatan baru bahkan kejahatan inkonvensional. Hal ini dapat dijelaskan , bahwa manusia pada dasarnya memiliki hasrat untuk hidup secara teratur, dan seantiasa menciptakan keteraturan.
Dalam berbagai penyelidikan ilmu tentang tingkah laku manusia , diasumsikan bahwa manusia mencita-citakan ketertiban yang sempurna untuk membentuk masyarakat yang ideal. Tetapi dalam praktek sehari-hari masyarakat menunjukkan fakta sosial kondisi sosial, stratifikasi sosial dan organissi sosial yang tidak seperti digambarkan dalam variable-variabel masayarakat ideal. Perubahan ini merupakan gejala / phenomena sosial.
Pertumbuhan beraneka ragam perilaku kejahatan menurut pengertian masyarakat, selalu mencakup pencerminan kepentingan mayoritas warga masyarakat atau kepentingan umum. Melalui suatu penilaian ini dibangun perumusan hukum yang mengandung norma-norma perilaku kejahatan sebagai pencerminan nilai-nilai fundamental hukum pidana (legal terms of crime). Ini akan terus berkembang menurut waktu dan tempat serta berubahnya formulasi tergantung pada pengaruh perubahan kondisi sosial, politik, ekonomi dan budaya.
Hubungan antara kejahatan umum dan hukum pidana seringkali tidak terdapat keseragaman batasan untuk menentukan unsur-unsur suatu kejahatan. Rumusan hukum tentang kejahatan biasanya mengandung unsur perilaku anti sosial dengan akibat merugikan dan unsur perbuatan yang merupakan pelanggaran norma hukum dengan disertai sikap batin yang jahat.
Namun dalam berbagai literature ditemukan bahwa rumusan kejahatan dilengkapi dengan syarat-syarat dilakukan dengan sengaja atau alpa, adanya kemampuan bertanggungjawab . Harus ada hubungan batin yang kuat dengan perbuatan yang terjadi , terdapat hubungan kausalitas antara perbuatan dan akibat yang dilarang, dengan diancam hukuman pidana.
Pola perilaku kejahatan inkonvensional seperti korupsi, dipandang sebagai kejahatan yang memiliki pola dan ciri sendiri. Maka dipandang perlu tatanan hukum baru disamping berlakunya hukum pidana materil yang sudah ada.
Hukum pidana yang dimaksudkan harus mengandung asas legalitas. Asas legalitas dalam suatu perundang-undangan baru di luar perundangan yang sudah ada, mengandung tiga masalah prinsipil :
a. pada dasarnya peraturan hukum pidana tidak berlaku surut, namun dalam praktek sering terjadi sebaliknya
b. pada dasarnya, dalam penentuan perbuatan pidana harus lebih dahulu dinyatakan dengan peraturan dalam undang-undang tidak lengkap , sehingga perlu berpegang pada hukum dengan pengertian yang lebih luas.
c. pada dasarnya untuk penerapan peraturan hukum pidana inkonkrito tidak boleh dipergunakan analogi , namun dalam perkembangan dari cara berpikir yang lebih maju dan mempunyai alasan yang kuat atas timbulnya kejahatan kongkrit yang berbahaya bagi kepentingan umum dapat digunakan analogi.
Pandangan lain menyebutkan bahwa dalam menentukan perbuatan pidana harus lebih dahulu dinyatakan dengan menentukan perbuatan pidana harus lebih dahulu dinyatakan dengan peraturan dalam undang-undang yang berlaku secara umum.
Ketentuan dalam pasal 1 ayat 2 KUHP banyak menimbulkan masalah, maka perlu ditinjau kembali asas kemanfaatan dari hukum peralihan dengan pertimbangan bahwa :
a. Tidak ada hukum yang berdiri sendiri tanpa pengaruh dari lapangan hukum yang lain, sehingga hukum pidana akan tetap memperhatikan perkembangan hukum pada umumnya , bahkan lapangan hukum sendiri.
b. Dasar perubahan undang-undang yang baru adalah karena perubahan perasaan / keyakinan / kesadaran hukum rakyat yang melalui badan pembentuk UU mengadakan UU baru , untuk perbuatan pidana yang terjadi kemudian , sehingga perubahan UU yang karena sifatnya berlaku sementara tidak termasuk perubahan
c. Perubahan UU baru yang menyangkut berat atau ringan ancaman pidananya tidak akan mempunyai arti , karena di dalam praktiknya hakim tetap memegang asas kebebasan dalam menjatuhkan pidana yang diancamkan.
d. Asas temporis delicti yang berlaku secara tertulis maupun tidak tertulis sudah menjadi asas yang menjamin kepastian hukum serta keadilan hukum.

Dalam pandangan hukum yang lebih luas, menganggap hukum positif tidak hanya berupa undang-undang saja akan berpendapat bahwa dibentuknya Hukum Kejahatan Korupsi sebagai stelsel hukum pidana khusus yang mengandung penyimpangan sekalipun tidak dimuat secara tegas dalam KUHP , adalah sangat sesuai dengan ketentuan asas Lex Specialis Derogat Legi Generalis.
Dasar pertimbangan munculnya undang- undang baru sebagai anasir kejahatan inkonvensional adalah atas dasar pasal 103 KUHP yang menegaskan bahwa : ketentuan dalam bab I- VIII buku ke satu ini berlaku juga bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan perundangan lain diancam dengan pidana kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain.

B. PERKEMBANGAN HUKUM KEJAHATAN KORUPSI DI INDONESIA

Selama kurun waktu 1960 - 1970, dirasakan kenisbian dan potensi yang tinggi dari perbuatan korupsi.. Perbuatan korupsi terus bergerak dibelakan pergolakan politik, sampai saat berakhirnya kabinet seratus menteri pada tahun 1966.
a. Peperpu 1958 membedakan 2 jenis perbuatan korupsi , yakni : (1) perbuatan pidana korupsi dikaitkan dengan unsur kejahatan dan pelanggaran yang dapat dikenai hukuman pokok dan hukuman tambahan , serta (2) perbuatan korupsi yang dapat dikenai putusan perampasan (beslag) perdata, tindakan fiscal dan pengembalian utang negara secara paksa dan penyelidikan keuangan di bank
b. Pemerintah Kabinet Ampera berusaha keras mengatasi korupsi, dan dikeluarkanlah sarana pemberantasan korupsi, yakni UU nomor 24 Prp tahun 1960 dilengkapi dengan Keppres nomor 228 tahun 1967 tertanggal 2 Desember 1967 yang memberikan tambahan kekuatan hukum yang represif dan effisien untuk pemberantasan korupsi .
c. Kekhasan UU ini adalah dibentuknya Tim pemberantasan Korupsi yang dipimpin dan dikoordinir Jaksa Agung bagi semua penegak hukum yang berwenang melakukan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi baik yang dilakukan oleh orang sipil maupun ABRI.
Menurut khazanah ilmu pengetahuan, tugas yang demikian seharusnya telah lama diprediksi sebagai kejahatan bermotif terselubung. Bahkan korupsi pada tingkat kematangan tertentu sanggup untuk memperkosa kepentingan pembentukan hukum baru dan mengacaukan strategi penegakan hukum.
Berdasarkan sejarah tumbuhnya korupsi di Amerika Serikat, memberi petunjuk dalam upaya pemberantasan kejahatan korupsi melibatkan secara aktif berbagai komponen penyelenggara negara dan penegak hukum. Misalnya turut melibatkan dinas perpajakan, intelijen negara, badan legislative, team dan komisi.
d. Perubahan baru untuk menggantikan UU nomor 24 Prp tahun 1960 adalah UU nomor 3 tahun 1971, diproses dalam jangka waktu relative singkat . Rancangan diajukan oleh Menkeh pada tanggal 11 Juli 1970 dan diteruskan oleh presiden kepada DPR Gotong Royong pada 13 Agustus 1970, disetujui oleh DPR Gotong Royong pada 12 Maret 1971 dan sahkan menjadi UU tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada 29 Maret 1971.
Ciri khas dari undang-undang ini adalah :
- perbuatan pidana korupsi mengandung unsur melawan hukum formil dan materil, terdapat ketentuan khusus tentang pengusutan, penuntutan, pemeriksaan dan putusan pengadilan dengan maksud mempercepat prosedur penyelesaian perkara korupsi.
- Pengurangan Hak Asasi Manusia yang sangat diperlukan dalam keadaan terpaksa menjadi salah satu ciri dari hukum pidana penyimpangan sesuai dengan kebutuhan hukum masyarakat.
- Pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa dan kewajiban penuntut umum untuk tetap memberikan pembuktian , memberi gambaran watak hukum yang kontradiktif dan sekaligus menjamin dua kepentingan yang saling berhadapan. Di satu pihak terdakwa telah membuktikan bahwa tidak melakukan pidana korupsi, dan di lain pihak penuntut umum telah dapat membuktikan tentang kesalahan terdakwa, sehingga sama-sama memberikan pembuktian meski bertolak belakang.
e. Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi , merupakan perubahan UU sebelumnya gar dapat menjangkau modus operandi penyimpangan meuangan negara atau perekonomian negara yang semakin canggih.
Ciri khas UU ini adalah :
- bahwa subyek pelaku tindak pidana korupsi diperluas dalam bentuk orang per orang dan koorporasi.
- lebih mengutamakan rumusan tindak pidana korupsi dalam pendekatan pelanggaran hukum formil.
- Telah ditentukan ancaman hukumanpidana minimum khusus, pidana denda yang lebih tinggi dan ancaman pidana mati yang merupakan ancaman pemberat pidana, pidana penjara bagi pelaku tipikor yang tidak dapat membayar pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian negara.
- Dalam hal tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, dibentuklah Tim Pemberantas tindak pidana korupsi dibawah koordinasi Jaksa Agung, sedangkan proses penyidikan dan penuntutan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU no 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor. Undang-undang ini dikeluarkan mengingat korupsi merupakan kejahatan sistemik dan meluas yang selain merugikan keuangan negara juga melanggar hak-hak sosial ekonomi masyarakat secara luas.
Hal-hal yang khas dalam UU ini antara lain :
- pembuktian terbalik bersifat "premium remedium"
- ada korelasi dan prevensi khusus terhadap pegawai negeri sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 UU no 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih, dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
- negara berhak mengajukangugatan perdata terhadap harta benda terdakwa yang disembunyikan atau tersembunyi dan baru diketahui setelah putusan pengadilan memperoleh hukum tetap.
- Gugatan perdata dapat diajukan pada terpidana atau ahli warisnya.
Dalam perjalanan keberlakuan undang-undang tersebut juga ada relevansi penting dengan keberadaan perundang-undangan lainnya, seperti UU nomor 11 tahun 1960 tentang Undang-undang anti suap, UU nomor 5 tahun 1991 tentang Kejaksaan, UU nomor 15 tahun 2002 tentang Money loundering, dll.

HUKUM PIDANA SEBAGAI PENANGGULANGAN
KEJAHATAN KORUPSI

A.Hukum Pidana Umum dan Hukum Pidana Khusus Berkaitan dengan Kasus Korupsi
Dalam perkembangan hukum dan anasir -anasir terhadap berbagai pola kejahtan maka tidak seluruhnya perundangan hukum pidana di luar kodifikasi selalu memuat aturan khus, akan tetapi ada pula ketentuan baru yang karena sifatnya untuk menambah atau mengubah suatu ketentuan dari KUHP maka menjadi peraturan pelengkap hukum pidana kodifikasi.
Menjadi jelas bahwa diadakannya Peperpu tahun1958 merupakan peraturan yang berorientasi pada hukum pidana, dan dikenal sebagai "hukum eksepsional", dan hukum yang bersifat "temporaire".
Rumusan delik dengan mencantumkan unsur kejahatan atau pelanggaran memperkaya diri sendiri atau orang lain , dalam praktek penerapan memunculkan pandangan orientasi hukum pidana.
Beberapa point penyimpangan dari KUHP sebagai hukum pidana umum adalah sebagai berikut :
1. UU no. 24 tahun 1960 :
a. Tersangka wajib memberi keterangan mengenai harta benda yang dimilikinya atau keluarganya atau badan yang diurusnya.
b. Setiap saksi memberikan keterangan atau surat-surat yang bersangkutan dengan perkara dan apabila tidak memenuhi kewajiban tersebut akan dituntut dengan pidana tersendiri.
c. Pemeriksaan terhadap saksi atau ahli yang ada hubungannya dengan rahasia jabatan atau kedudukan atau bank dapat dilakukan pemeriksaan dengan pintu tertutup.
d. Jaksa Agung berwenang untuk mendeponeer perkara demi kepentingan tertentu dan berwenang memeriksa simpanan uang di bank deangan menyesuaikan peraturan rahasia bank.
2. UU no. 3 tahun 1971
a. Pembuktian yang dilakukan bukan merupakan "proof of truth" atau "proof of guilt" atau "proof of innocence" akan tetapi juga bukan "presumption of corruption". Latar belakang pembuktian khusus dinamakan "pembagian beban pembuktian". Pembuktian dari terdakwa akanmenghasilkan upaya hukum "fait d'exuse" yang merupakan alasan penghapus pidana. Di lain pihak jaksa menurut tugasnya dapat mengadakan pembuktian berlawanan dan memberi dasar surat tuduhan yang dibuatnya.
b. Pemeriksaan perkara tanpa hadirnya terdakwa , dianggap sebagai bentuk penyimpangan.Adakalanya peraturan hukum penyimpangan tidak selalu mempunyai syarat untuk tidak bisa dilakukan banding maupun kasasi. Suatu putusan perampasan barang terdakwa yang meninggal sebelum mendapat keputusan yang tetap dan diperkenankannya terdakwa untuk mengajukan keberatan terhadap putusan mengingatkan kedudukan benda tak bertuan dan mengembangkan "res nullius" untuk menetapkan benda tak bertuan menjadi milik negara karena terdakwa meninggal dianggap gagal membuktikan harta kekayaan yang ada bukan hasil korupsi.
3. UU no 31 tahun 1999
a. Koorporasi sebagai subyek tindak pidana korupsi dapat dikenakan sanksi
b. Dalam hal tindak pidana yang sulit pembuktiannya dibentuk tim gabungan yang dikoordinasikan oleh Jaksa Agung.
c. Menganut pembuktian terbalik yang bersifat terbatas dan berimbang, yakni terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta istri atau suami , anak, harta benda setiap orang atau koorporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang bersangkutan, dan penuntut umum tetap berkewajiban membuktikan dakwaannya.
d. Pemberian bantuan tindak pidana diancam maksimum hukuman pokok dikurangi sepertiga . Jika tindak pidananya diancam hukuman mati atau penjara seumur hidup , pemberi bantuan diancam hukuman maksimal 15 tahun . Bagi yang berikan kesempatan atau sarana atau keterangan sehingga terjadi tipikor diancam dengan hukuman sama dengan pelaku.
4. UU no. 2 tahun 2001
Karena sifatnya menyempurnakan UU sebelumnya, maka terdapat tambahan ketentuan yang merupakan penyimpangan pidana kodifikasi, antara lain :
a. Undang - undang ini merumuskan tentang ketentuan Gratifikasi. Gratifikasi yang diterima penyelenggara negara dianggap sebagai pemberian suap. Pembuktian terhadap gratifikasi dengan jumlah dibawah Rp.10.000.000,- dilakukan oleh penuntut umum. Sedangkan diatas Rp. 10.000.000,- dilakukan oleh penerima gratifikasi.
b. Jika terdapat satu atau lebih unsure tindak pida tidak cukup bukti, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan kepada jaksa pengacara negara untuk dilakukan gugatan perdata. Dalam hal tersangka meninggal dunia, gugatan ditujukan pada ahli warisnya.

Tugas :

1. Apakah dengan ditunjuknya sebagai koordinator Tim Gabungan oleh undang-undang maka Jaksa Agung Juga sebagai Penyidik ?
(uraikan opini dan berikan dasar hukum jawaban saudara)















B.Kejahatan Jabatan Dalam KUHP

KUHP sebagai hukum pidana materil telah mengatur ketentuan hukum terhadap berbagai bentuk kejahatan jabatan. Penting untuk dipahami bahwa korupsi adalah manifestasi kejahatan jabatan , mengingat telah diuraikan sebelumnya bahwa modus kejahatan korupsi berhubungan dengan public contract dan public service.
Secara spesifik aturan tentang kejahatan jabatan diatur dalam :
a.Pasal 210 KUHP
Pemberian atau janji tidak harus berupa materi, dapat pula berupa jasa yang mempunyai nilai bagi yang menerima . Berdasarkan Yurisprudensi MA no. 81/K/Kr/1962 tanggal 1 Desember 1962, dalam pertimbangan hukumnya, pejabat adalah setiap orang yang diangkat oleh penguasa yang dibebani dengan jabatan umum untuk melaksanakan sebagian dari tugas negara atau bagian-bagiannya.
Tujuan pemberian janji adalah agar hakim yang memeriksa dan mengadili suatu perkara dapat memutuskan sesuai keinginan pihak yang memebri sesuatu atau janji.

b.Pasal 387 KUHP
Pelaku Tipikor bukanlah seorang pejabat atau PNS melainkan pemborong bangunan atau ahli bagunan atau penjual bahan bangunan.
Maksudnya ialah seorang pemborong atau ahli bangunan sewaktu membangun telah berbuat tidak sebagaimana harusnya. Demikian pula dengan penjual bahan bangunan menyerahkan kualitas lebih rendah dari harga perjanjian.

c.Pasal 415 KUHP
Merupakan ketentuan khusus dari pasal 372 KUHP yag dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya atau telah dengan sengaja membantu penggelapan oleh orang lain misalnya bawahannya.

d.Pasal 416 KUHP
Seorang pejabat atau orang lain yang ditugasi menjalankan jabatan umum dengan sengaja membuat secara palsu atau memalsu buku-buku / daftar khusus untuk pemeriksaan administrasi. Merupakan kekhususan pasal 263 KUHP

e.Pasal 417 KUHP
Masih dalam pengertian sama mengenai modus korupsi , yaitu dengan :
-menggelapkan
-menghancurkan
-merusak / membuat tidak dapat dipakai, yang dilakukan karena jabatannya.

f. Pasal 418 KUHP
Dalam hal pihak penerima hadiah , seorang pejabat patut mengetahui dan menduga bahwa karena tugas dan pekerjaannya maka pemberian hadiah terjadi.Hadiah atau janji diberikan untuk melakukan sesuatu menurut pikiran si pemberi.

g.Pasal 419 KUHP
Pemberian janji dimaksudkan untuk menggerakkan supaya pejabat penerima melakukan / tidak melakukan sesuatu dalam jabatannyayang bertentangan dengan kewajibannya.




h.Pasal 420 KUHP
Pasal ini ditujukan pada hakim yang menerima hadiah atau janji, yang diketahui bahwa diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang menjadi tugasnya. Perbedaannya dengan 210 KUHP adalah : sasaran yang berbeda kepada seorang hakim yang telah menerima pemberian disebut penyogokan pasif atau passive omkoping, sedangkan yang lain kepada orang yang memberi, disebut dengan penyogokan aktif atau active omkoping.

i.Pasal 423 KUHP
Pasal ini ditujukan pada seorang pejabat dengan maksud memperkaya diri sendiri secara melawan hukum menyalahgunakan kewenangan, memaksa membayar atau menerima pembayaran dengan potongan untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri. Perbuatan ini selanjutnya dikenal dengan pemerasan dengan subyek pelaku adalah pejabat. (ketentuan khusus dari 355 KUHP)

j.Pasal 425 KUHP
Pelanggaran norma pidana materil yang dimaksud dalam pasal ini adalah padawaktu menjalankan tugas seorang pejabat:
- menerima / memotong pembayaran seolah-olah hutang
-meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan seolah-olah merupakan hutang pada dirinya
-menggunakan tanah negara yang diatasnya ada hak pakai dengan merugikan yang berhak
h.Pasal 435 KUHP
yang dimaksud dalam pasal ini adalah terjadinya tindak pidana pada keikutsertaan pejabat dalam pemborongan, penyerahan , persewaan , dimana seharusnyaia ditugasi mengawasi kegiatan tersebut.
Maka dapat disimpulkan , bahwa dalam KUHP terdapat batasan sempit tentang subyek pelaku tindak pidana, yakni :
a. Setiap orang : sebagaimana dalam pasal 209,210, KUHP
b. Seorang pemborong, ahli bangunan, penjual bahan bangunan : sebagaimana dalam pasal 378 KUHP
c. Seorang pejabat atau orang lain: Pasal 415,416,417 KUHP
d. Seorang pejabat : Pasal 418, 419,423, 425,435 KUHP
e. Seorang Hakim : Pasal 420 KUHP
f. Seorang Pengacara : Pasal 420 KUHP

Tugas :
Sesuai dengan asas legalitas dan adagium Lex Specialis Derogat Legi Generalis, diberlakukannya UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berubah dari zaman ke zaman sebagai produk hukum baru, maka pasal-pasal kejahatan jabatan dalam KUHP sehubungan dengan diduga adanya korupsi tidak diberlakukan lagi.
Apa pendapat saudara tentang hal ini ? Berikan opini saudara.